Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 16 Maret 2014

MENANAMKAN PERILAKU BAIK PADA ANAK

Posted by Unknown On 19.09 No comments


 MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB DAN DISIPLIN PADA ANAK


I.                   JUDUL
Meningkatkan Tanggung Jawab dan Disiplin pada Anak

II.                LATAR BELAKANG
Seiring dengan semakin meluasnya arus globalisasi ke penjuru daerah-daerah yang ada di Indonesia membuat pola pikir dan perilaku masyarakan semakin berubah. Begitu juga dampak seperti ini terjadi pada anak-anak yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan proses belajar di dalam sekolah. Tidak jarang para anak sekarang begitu mudah memahami berbagai media-media yang mulai canggih akibat adanya arus globalisasi. Hal ini terkadang membuat para guru dan orang tua anak merasa takut akan adanya arus globalisasi yang sedang dialami anak. Di khawatirkan anak-anak ini nantinya terlalu terjerumus ke dalam arus yang belum sanggup meraka mempertanggung jawabkannya. Seperti halnya anak di takutkan terjerumus kedaam peraulan bebas yang dari pergaulan ini seorang anak bias lupa akan tanggung jawab mereka yang sebenarnya, yaitu menempuh pendidikan sekolah. Banyak juga yang nantinya mereka melupakan akan disipin terutama kepada orang tua akibat terjerumusnya anak ke dalam pergaulan bebas.
Dari sikap-sikap negatif anak yang nantinya akan merugikan diri mereka sendiri dan membuat orang tua gelisah perlu ada nya sebuah tindakan untuk menanamkan sikap pada anak tentang sebuah tanggung jawab dan disiplian agar nantinya para anak tidak terlalu mudah terjerumus kedalam perilaku-perilaku yang menyimpang norma. Sikap-sikap ini lebih baik ditanamkan kepada anak mulai sejak dini agar anak nantinya pada masa proses pertumbuhan bias menjaga diri dari perilaku yang menyimpang.

III.             PEMBAHASAN
Menanamkan Sikap Tanggung Jawab kepada Anak
Tanggung jawab menurut kamus bahasa indonesia adalah, keadaan wajib menaggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah kesadaran manusia atas tingkah laku dan perbuatannya yang disengaja, tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajian.
Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia bahwa setiap manusia di bebani dengan tanggung jawab. Apabila di kaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab, manusia merasa beranggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatan itu dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan. Manusia bertanggung jawab terhadap tindakan mereka. Manusia menanggung akibat perbuaannya dan mengukurnya pada berbagai norma, di antaranya adalah nurani sendiri, setandar nilai setiap pribadi.[1]
Kehidupan bersama antar manusia membentuk norma selanjutnya, yakni aturan-aturan, hukum-hukum yang dibutuhkan suatu masyarakat tertentu. Kewajiban di sini tidak hanya ditujukan kepada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Sejatinya setiap manusia sudah mempunyai kewajiban baik itu kewajiban terhadap tuhan, para orang tua dan kewajiban-kewajiban yang lainnya yang berhubungan dengan proses kehidupan seseorang. Adanya sebuah kewajiban ini adalah mempunyai tujuan agar orang yang terkena kewajiban mampu untuk melaksanakan apa yang telah terbeban kepadanya yang musti harus dilakukan. Dengan melakukan kewajiban ini seseorang bisa menambah kemampuan serta pengalamannya dalam hidup. Apabila suatu kewajiban tidak dilaksanakan atau dilanggar orang yang bersangkuta kemungkinan akan memperoleh sebuah resiko atau hukuman. Apalagi jika kewajiban ini bersangkutan dengan orang lain, misalnya seseorang telah merugkan orang lain maka orang itu wajib mengganti kerugian yang ditimbulkan.
Pada tanggung jawab perlu disejajarkan dengan kebebasan karena keduanya ini tidak dapat dipisahkan. Orang yang bertanggung jawab terhadap tindakannya dan mempertanggung jawabkan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa teknan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki suatu bentuk kehidupan  bersama yang memungkinkan manusia untuk membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka. Karena itu bagi suatu masyarakat liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus mengambilalih tanggung jawab. Ini merupakan kebalikan konsep social yang mendelegasiakan tanggung jawab dalam ukuran seperlunya kepasa masyarakat.[2]
Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat bertanggung jawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka.

Mengajarkan Tanggung Jawab
Ada baiknya lagi sebelum mengajarkan tanggung jawab dalam dunia pendidikan lebih baik kita ajarkan kepada anak tentang nilai-nilai moral yang mampu menjadikan nilai positif untuk kehidupan anak kedepannya. Setidaknya duanilai yang bias disebut dengan the great mora values (nilai-nilai moral yang agung), yakni tentang tanggung jawab yang harus diajarkan dan dipraktikkan sejak dibangku sekolah hingga di tengah-tengah masyarakat.
Pertama, tanggung jawa mempunyai tiga bentuk: taggung jawab terhadap dirinya sendiri, tanggung jawab terhadap orang lain, dan tanggung jawab terhadap semua bentuk kehidupan dan lingkunga yang menjaga kelangsungan kehidupan manusia. Tanggung jawab terhadap diri sendiri mengharuskan seseorng untuk memelihara perilaku atau tindakan yang bias menjadikan kerusakan terhadap diri sendiri. Dalam bahasa agama, di dalam Al-Qur’an mempunyai istilah hifz al-nafs (memelihara jiwa atau diri).
Kedua, tanggung jawab terhadap orang lain sebagai manusia yang mempunyai harga diri dan hak asasi yang sama dengan kita. Semua orang sebenarnya mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain yang musti saling menghormati antara satu dengan yang lainnya, yang mana bila semua orang bisa menanam tanggaung jawab ini terhadap diri masing-masing orang akan membuat sebuah penduduk suatu bangsa menjadi saling dihargai dan membuat bangsa menjadi makmur. Hal ini mungkin dapat diterapkan kepada anak-anak agar pada proses belajar para siswa tidak melakukan tindakan-tindakan anarki atau yang tidak disukai masyarakat, seperti merokok, memakai narkoba dan bahkan hingga tawuran antar sekolah.
Ketiga, tanggung jawab terhadap kehidupan mengajarkan kepada semua orang untuk menyayangi semua hal yang ada di alam ini. Yang dimaksud mencintai kehidupan / alam adalah seperti mencintai binatang, menjaga lingkungan, menghargai milik orang lain, dan lainnya. Tanggung jawab seperti ini bias orang tua terapkan sendiri di rumah mulai dari anak sejak kecil dengan mengajarkan kebersihan di rumah, menyayangi binatang yang ada di rumah (kucing, anjing atau hewan peliharan yang lainnya), bias juga di ajarkan kepada anak untuk mencintai dan merawat tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitar rumah. Kebiasaan yang diajarkan orang tua kepada anak ini bila dilakukan secara terus-menerus akan terbawa  dan menjadi karakter seorang anak untuk selalu menjaga kebersihan dan mencintai alam sekitar.[3]
Tanggung jawab (responbility) adalah sebuah hal yang diwujudkan berupa memberi perhatian kepada orng lain, sampai menjawab kebutuhan mereka. Jika kita menganggap sebuah harga diri itu sebagai hal yang berharga, berarti kita perlu mempnyai rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan merusak harga diri kita. Ketika kita tidak boleh nenghina atau menyakiti orang lain, berarti kita sedang menunjukkan sikap yang baik terhadap seseorang. Hal ini berhubungan dengan tanggung jawab terhadap orang lain yang seperti di jelaskan di atas, yang mengajarkan tentang menghargai sesama manusia karena sejatinya manusia yang hidup di dunia ini memiliki derajat yang sama dan tidak diperbolehkan kepada kita untuk mengejek satu sama lain.
Ada beberapa hal lain yang bisa di berikan pada anak untuk mengajarkan rasa tanggung jawab sejak dini.
1.      Berilah tugas kepada anak anda apa yang mereka mampu. Dan tanyakanlah kepada mereka hasil apa yang ingin mereka raih dalam tugas itu. Hal ini akan mendorong mereka mencapai apa yang memang mereka inginkan sendiri tanpa paksaan.
2.      Berilah anak kebebasan dalam melakukan tugas itu. Hal ini akan memberikan kepada anak kesempatan mempelajari dunia nyata. Jika anak anda belajar tentang kehidupan sekarang ketika masih berumur 6 tahun, maka hal itu merupakan langkah tepat dari pada mengajari mereka tatkala sudah berusia 16 tahun.
3.      Didiklah mereka dengan empati dan konsekuen. Pergunakanlah empati terlebih dahulu sebelum mengajari mereka konsekuensi-konsekuensi. Mereka tidak akan bisa mempelajari bagaimana kesalahan mereka buruk bagi mereka jika orang tua marah. Menunjukkan rasa  empati atau rasa duka cita akan membantu anak berpikir lebih tentang pilihan hidup mereka dan keputusan-keputusan.
4.      Berilah tugas yang sama kepada anak anda lagi. Hal ini akan membantunya melihat bagaimana orang belajar dari kesalahan mereka.
5.      Dalam melakukan hal tersebut semua, pastikan anda tetap dalam kondisi mengayomi mereka dan jangan sekali-kali menggunakan kekerasan dalam berinteraksi dengan mereka.


MENDONGKRAK DISIPLIN ANAK
Disiplin berasal dari bahasa latin discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Melatih dan mendidik anak dalam keteraturan hidup sejahteranya akan memunculkan watak disiplin. Melatih anak untuk menaati peraturan akan sama halnya dengan melatih mereka untuk besikap disiplin. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri agar dapat berperilaku tertib.[4]
Sedangkan disiplin pada anak adalah pendidik karakter yang bertujuan untuk membuat anak mempunyai sifat patuh terhadap segala sesuatu yang sudah diatur ataupun sudah ditentukan. Kedisipinan pada anak mempunyai sikap penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam menjalankan tugasnya sebagai bentuk dari tanggung jawabnya terhadap apa yang telah ditentukan.

Disiplin Sangatlah bias membentuk kejiwaan pada anak untuk memahamai peraturan sehingga ia mengerti kapan saat yang tepat untuk melaksanakan peraturan, dan kapan pula harus mengesampingkan. Seangkan sebuah peraturan itu selalu ada dalam kehidupan sehari-hari hidup anak. Kondisi kejiwaan anak memang masih perlu diatur, sehingga seorang anak akan merasa tentram bila hidup teratur. Sebagai cotoh sdalah peraturan tentang waktu bermsin, waktu belajar dan waktu di mana seorang anak harus masuk sekolah.
Menanamkan sikap disiplin pada anak akan lebih efektif dan berhasil secara maksimal jika disiplin itu disosialisasikan kepada sang anak, dilaksanakan terlebiah dahulu oleh orang tuanya serta lingkungannya. Anak juga akan mdah menerapkan peraturan tersebut bila ada penghargaan atau hukuman yang jelas. Ironisnya , halangan yang paling sering ditemukan dalam meningkatkan disiplin anak adalah pada lemahnya penerapan peraturan. Sayangnya, hambatan itu pada umumnya justru datang pada orang tua. Kurangnya  kesadaran,konsistensi, dan kasih sayang dalam mendidik anak adalah beberapa hal yang sering luput dicermati orang tua dalam mendidik anak dan membuyarkan penerapan disiplin pada anak.


Disiplin mempunyai banyak macam, yaitu:
1)      Disiplin dalam mengatur waktu, maksudnya bisa menggunakan atau mengatur waktu dengan baik. Waktu yang kita dapatkan di dalam kehidupa kita ini sangat berharga dan salah satu penunjang keberhasilan seseorang dalam sebuah kehidupannya adalah mampu menggunakan waktu dengan baik.
2)      Disiplin dalam beribadah, kedisiplinan ini amat dibutuhkan karena setiap manusia terlahir karena kehendak dari Allah. Dan Allah senantiasa menganjurkan kepada para manusia untuk disiplin. Sebagai contoh firman Allah yang ada di dalam Al-Qur’an.
3)      Disiplin dalam masyarakat.
4)      Disiplin dalam berbangsa dan bernegara.
Pada anak perlu ditanamkan sikap kedisipinan karena merupakan hal yang sangat menentukan kepribadian anak dalam proses pertumbuhannya menuju kedewasaan. Bilamana
anak dalam proses pertumbuhan tidak ditanamkan sikap disiplin sejak dini dimungkinkan ketika anak itu dewasa akan sulit untuk diatur, sehingga anak akan berbuat semaunya tanpa berfikir atau mengabaikan aturan-aturan yan ada. Maka dari itu sikap disiplin perlu ditanamkan kepada anak sejak dini agar nantinya ketika anak telah dewasa mereka mampu mengendaliakan diri dari pergaulan-pergaulan bebas yang akan mereka temuakan ketika dewasa.[5]
Di dalam perjalanan anak menuju kedewasaan, jika anak tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik, maka anak mungkin akan malas dan kurang mempunyai motivasi untuk melakukan kegiatan yang harus anak lakukan, misalnya anak malas untuk sekolah atau belajar. Dampak dari tidak mampunya anak dalam disiplian akan memengaruhi nilai prestasi mereka serta tingkat belajar pua akan berkurang.
Sikap disiplin pada anak biasanya dapat diketahui melalui datang tepat waktu ke sekolah tanpa perlu di ingatkan oleh orang tua dan guru, taat terhadap peraturan orang tua, taat terhadap aturan sekolah, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya jika anak kurang disiplin biasanya ditunjukan kepada anak yang kurang atau tidak dapat menaati peraturan dan ketentuan yang berlaku, baik yang bersumber dari keluarga (orang tua), guru atau peraturan yang dibuat oleh sekolah.
Membahas tentang kedisiplinan terhadap anak tentulah selalu terlintas tentang sekolah atau dunia pendidikan yang mana didalamnya anak terlibat sebagai siswa, yang mana dunia pendidikan akhir-akhir ini semakin memprihatinkan karena ditemukan siswa-siswa yag tidak disiplin dan mempunyai perilaku negatif yang telah tertanam pada diri mereka akibat dari salah peraulan. Berbagai tindakan negative dilakukan para pelajar di sekolah dari menyontek, bolos, memeras, sampai pelanggaran di luar sekolah seperti membuat geng, berkelahi (tawuran), penyalahgunaan narkoa, sex bebas, mencuri sampai pada pelanggaran-pelanggaran yang lebih membahayakan atau merugikan diri sendiri dan orang lain.
Perilaku anak pelajar ini terbentuk dan terpengaruh oleh berbagai faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dipungkiri jika sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Disekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yag ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah. Semua bentuk ketidak disiplinan siswa di sekolah tentunya memerlukan upaya penanggulangan dan pencegahan.

Beberapa usaha yang dapat sekolah lakukan untuk mencegah perilaku siswa  menjadi negatif, di antaranya adalah:
1.      Seorang pengajar atau guru hendaknya bias menjadi contoh dlam disiplin, misalnya guru datang ke kelas tepat waktu. Siswa tidak akan memilih disiplin manakala melihat gurunya sendiri juga tidak disiplin. Guru harus menghindari kebiasaan masuk kelas menggunakan jam karet, molor, dan selalu terlambat.
2.      Memberlakukan peraturan tata tertib yang jelas dan tegas, sehingga mudah utuk diikuti dan mampu menciptakan suasana kondusif untuk belajar.
3.      Secara konsisten para guru terus mensosialisasikan kepada siswanya tentang pentingnya disiplin dalam belajar untuk dapat mencapai hasil optimal melalui pembinaan dan yang lebih penting lagi melalui keteladanan.[6]

Seorang ahli psikologi anak, Gootman, menegaskan bahwa jika kedisiplinan pada anak tu diterapkan dengan emosi, amarah, dan kekerasan, maka yang akan muncul bukanlah disiplin yang baik, namun disiplin yang terpaksa. Di depan orang tua, sangat mungkin anak tampak mematuhi peraturan, namun dibelakangnya, anak malah membangkang. Ini jelas sikap yang kontra produktif, bahkan malah mendekati pada kemunafikan. Melaksanakan disiplin penuh denan kasih saying akan membuat perasaan anak menjadi lega dan di sisi lain, orang tua tidak merasa tertekan. Kedisipinan ini sudah dapat diajarkan kepada anak saat ia mampu untuk berkomunikasi.
Makna Keluarga Bagi Anak
Keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. 
Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan antara interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun di antara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis.
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang  yang hidup bersama dalam tempat tinggal dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang dimaksud untuk saling menyempurnakan diri. Dalam usaha saling melengkapi dan saling menyempurnakan diri itu terkadang perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua.
Dalam berbagai dimensi dan pengertian keluarga tersebut, esensi keluarga (ibu dan ayah) adalah kesatuan dan ke satu tujuan adalah keutuhan dalam mengupayakan anak untuk memiliki dan mengembangkan sikap disiplin.
Keutuhan orang tua (ayah dan ibu) dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan sikap disiplin. Keluarga yang “utuh” memberikan peluang besar bagi anak untuk membangun kepercayaan terhadap kedua orang tuanya yang merupakan unsur esensial dalam membantu anak memiliki dan mengembangkan sikap disiplin. Kepercayaan dari orang tua yang dirasakan oleh anak akan mengakibatkan arahan, bimbingan, dan bantuan orang tua yang diberikan kepada anak dan “menyatu” dan memudahkan anak untuk menangkap makna dari upaya yang dilakukan.[7]

Beberapa langkah yang dapat orang tua lakukan dalam mendidik disiplin pada anak:
1.      Ciptakan Dukungan dan Buat Kesepakatan
Bagi umat islam khususnya, hendaklah dibulan Ramadhan misalnya orang tua membuat peraturan yang bisa disepakati antara orang tua dan anak. Peraturanya antara lain mengenai waktu makan dan minum, jadwal shalat tarawih, dan jadwal kegiatan lain di bulan Ramadhan. Anak perlu diingatkan dengan bahasa yang tidak menekan, sebab ibadah bagi mereka merupakan proses latihan menuju kesempurnaan, sehingga jangan sampai menggunakan standar yang sama dengan peraturan yang diterapkan pada orang tua. Hendaklah orang tua berusaha untuk tidak mempergunakan kata yang lugas, misalnya “tidak boleh ngemil lagi sejak sahur hingga magrib”. Akan lebih bagus jika dikatakan “saat berpuasa waktu makanya beralih menjadi malam hari”. Anak juga perlu diingatkan jam berapa harus tidur malam agar bisa bangun di waktu sahur. Ingatkan pula bahwa anak perlu mengatur aktivitas agar dapat menjalankan shalat tarawih di malam hari. Dalam taraf pembelajaran disiplin ini, dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi dari para orang tua.
Menggunakan kelebihan dan kelipatan pahala keutamaan beramal di bulan suci Ramadhan, juga balasan yang akan diberikan Allah pada orang yang berpuasa, serta membacakan kisah perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya di bulan Ramadhan merupakan motivator yang sangat penting sehingga mendorong anak untuk menjalankan peraturan dengan tanpa paksaan.

2.      Menerapkan Disiplin Secara Jujur
Kejujuran juga merupakan salah satu aspek yang amat penting dalam membentuk kedisiplinan anak. Disiplin yang dijalankan dengan tanpa adanya paksaan merupakan disiplin yang penuh kejujuran. Untuk mewujukan agar kejujuran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari anak, ini memerlukan proses yang cukup panjang. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana orang tua berusaha menciptakan lingkungan yang menunjang atas terwujudnya kejujuran itu, serta menutup kesempatan untuk berbohong. Anak pun perlu diingatkan bahwa membohongi orang lain akan sama saja dengan membohongi diri senddiri, sebab pada hakikatnya Tuhan Maha Tahu mengenai perbuatan hamba-Nya sehingga dosa sebuah kebohongan pada hakikatnya akan menimpa dan merugikan diri si pembohong. Belum lagi siksaan yang timbul dari nurani si pembohong sendiri. Kendati mulut mengatakan “hitam”, namun nurani akan selalu berteriak dan menjerit mengatakan “putih”. Ini sudah merupakan siksaan tersendiri. Ingat pula terhadap apa yang dikatakan Sheikh Sahal at-Tustari ketika masih kecil, ia selalu diajari oleh pamannya Muhammad bin Siwar untuk selalu mengucapkan kalimat pada setiap akan berangkat tidur.

3.      Menyesuaikan Harapan degan Perkembangan Anak
Ketika orang tua menyimpan harapan yang terlalu tinggi, namun anak nampak proses penerapan yang tidak sesuai dengan disiplin itu, ini akan membuat anak sekaligus orang tua frustasi. Orang tua frustasi karena apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu jauh dari harapan. Sang anak juga akan putus asa karena selama ini ia biasa menjalaninya, ia merasa kesulitan untuk mengubah perilakunya secara tiba-tiba. Hal ini dapat di contohkan seperti perilaku anak yang semasa kecil selalu diminta oleh orang tua untuk tidak tidur terlalu malam kurang lebih jam 8 malam. Seiring bertambahnya usia anak berarti suatu peraturan itu perlu dirubah, yang tadinya anak tidur tidak di izinkan untuk tidur lebih dari jam 8 malam namun ketika seorang anak menginjak usia remaja orang tua memberi peraturan kepada anak untuk tidak tidur di atas jam 11 malam. Mengingat kegiatan anak semakin remaja berarti semakin bertambah kegiatan dan kesibukan tugas-tugas sekolah.
Proses perkembangan anak yang seperti inilah yang perlu orang tua selalu pantau untuk menerapkan sebuah kedisiplinan sesuai dengan perkembangan atau usia anak. Yang mana nantinya sebuah peraturan akan selalu berubah dan kedisipinan anak pun ikut berubah, orang tua juga musti pandai-pandai mendidik anak mereka ketia usai anak menginjak dewasa, karena semakin dewasa anak maka semakin pula anak mustis mempunyai kedisipinan yang lebih dari kedisipinan sewaktu kecil. Sikap disipin ini bias menjaga para anak agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah.


4.      Jangan Pelit
Yang dimaksud tidak pelit di sini adalah peranan orang tua kepada anak untuk memberikan setimulus atau tarikan kepada anak agar anak mau menjadi anak yang disiplin, yang tidak melanggar aturan-aturan yang telah di sepakati oleh anak dan orang tua. Seperti imbalan kepada anak setelah melakukan disipin atas peraturan yang telah disepakati bersama. Pada pemberian atas kedisiplinan anak sebaiknya tidak berupa barang yang mewah, karena dikhawatirkan anak akan tertib hanya jika mendapatkan sesuatu yang mahal dan tidak melaksanakan kedisiplinan ketika orang tua memberikan imbalan atas kedisiplinanya berupa sesuatu yang kurang berharga bagi anak. Orang tua bias memberikan sebuah makanan yang sangat difavoritkan anak, membelikan sebuah mainan yang tidak terlalu mahal atau mengajak anak berlibur kesuatu tempat ketika sedang libur sekolah.[8]

5.      Memberikan Sedikit Pujian kepada Anak
Ketika seorang anak telah mematuhi aturan dengan baik ada baiknya orang tua memberikan pujian terhadap anak. Dengan adanya pujian ini dapat menandakan bahwa anak telah berhasil mematuhi peraturan yang ada, yang mana dengan sebuah pujian ini orang tua berharap kedepannya anak akan semakin bersemangat dalam mematuhi peraturan yang akan dibuat kedepannya atau peraturan-peraturan baru yang sesuai dengan usia anak. Dalam sebuah pujian tentunya orang tua harus mmberi penjelasan bahwa sebuah pujian bukan bearti membuat anak merasa telah hebat, namun pujian ini adalah awal dari sebuah tanggung jawab kedepan nantinya.[9]

Manfaat Mengajarkan Disiplin pada Anak
Setelah mengajarkan disiplin kepada anak, anak nantinya akan mendapatkan sebuah kebiyasaan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan aturannya. Bila tidak diajarkan kedisiplinan, anak yang tumbuh dewasa akan merepotkan orang tua. Salah satu dari akhlak yang baik adalah disiplin. Dan dari situlah manfaat kedisipinan akan di dapatkan, diantaranya:

1. Menumbuhkan kepekaan.
Anak tumbuh menjadi pribadi yang peka/berperasaan halus dan percaya pada orang lain. Sikap-sikap seperti ini akan memudahkan dirinya mengungkapkan perasaannya kepada orang lain, termasuk orang tuanya. Alhasil, anak akan mudah menyelami perasaan orang lain juga.
2. Menumbuhkan kepedulian.
Anak jadi peduli pada kebutuhan dan kepentingan orang lain. Disiplin membuat anak memiliki integritas, selain dapat memikul tanggung jawab, mampu memecahkan masalah dengan baik dan mudah mempelajari sesuatu.
3. Mengajarkan keteraturan.
Anak jadi memiliki pola hidup yang teratur dan mampu mengelola waktunya dengan baik. Pola keteraturan ini akan dibawa anak sampai dewasa nantinya. Jadi orang tua musti benar-benar mengajarkan keteraturan pada kehidupan sehari-hari anak.
4. Menumbuhkan ketenangan.                                                                                      
Penelitian menunjukkan, bayi yang tenang/jarang menangis ternyata lebih mampu memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik. Di tahap selanjutnya, ia bisa cepat berinteraksi dengan orang lain. Adabaiknya juga jagan terlalu membawa anak ke tempat yang mengganggu ketenangan anak.
5. Menumbuhkan sikap percaya diri.
Sikap ini tumbuh saat anak diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu ia kerjakan sendiri. Bila anak belum mampu mempunyai sikap percaya diri orang tua lebih baiknya memberikan beberapa pengertian tentang sikap percaya diri dan memberikan contoh-contoh yang berhubungan dengan sikap percaya diri.
6. Menumbuhkan kemandiran
Dengan kemandirian anak dapat diandalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Anak juga dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan baik. Disiplin merupakan bimbingan pada anak agar sanggup menentukan pilihan bijak.
7. Menumbuhkan keakraban.
Anak jadi cepat akrab dan ramah terhadap orang lain, karena kemampuannya beradaptasi lebih terasah.
8. Membantu perkembangan otak.
Pada usia 3 tahun pertama, pertumbuhan otak anak sangat pesat. Di usia ini, ia menjadi peniru perilaku yang sangat piawai. Jika ia mampu menyerap disiplin yang dicontohkan orang tuanya, maka disiplin sejak dini akan membentuk kebiasaan dan sikap yang positif.
9. Membantu anak yang “sulit”, misal anak yang hiperaktif, perkembangan terlambat, atau temper tantrum.
Jadi dengan menerapkan disiplin, maka anak dengan kebutuhan khusus tsb akan mampu hidup lebih baik.
10. Menumbuhkan kepatuhan.
Hasil nyata dari penerapan disiplin adalah kepatuhan. Anak akan menuruti aturan yang diterapkan orang tua atas dasar kemauan sendiri.[10]
Melatih dan mendidik anak dalam keteraturan hidup keseharianya akan memunculkan watak disiplin yang baik. Melatih anak untuk menaati peraturan akan sama halnya dengan melatih mereka untuk bersikap disiplin. Misalnya, bila seseorang anak terbiasa dengan peraturan jam belajar, misalnya kapan pula harus melaksanakan belajar ? Hari apa harus membersihkan lingkungan sekitar rumah? Kapan harus latihan mencuci pakaian? Jam berapa harus pergi ke sekolah atau mengaji? Dan kapan harus bermain untuk relaksasi atau terbiasa dan terlatih pada diri anak untuk menaati peraturan yang ada. Seperti inilah niali positip yang dinamakan disiplin. Sehingga tidak ada lagi waktu yang tersia-sia dengan tanpa manfaat, baik untuk menggapai kebahagiaan di dunia ataupun diakhirat.
Akan lebih efektif dan berhasil secara maksimal jika disiplin itu disosialisasikan kepada sang anak, dilaksanakan terlebih dahulu orang tuanya serta lingkunganya. Anak juga akan mudah menerapkan peraturan tersebut bila ada penghargaan atau hukuman yang jelas. Ironisnya, halangan yang paling sering ditemukan dalam meningkatkan disiplin anak adalah pada lemahnya penerapan peraturan. Sayangnya, hambatan itu pada lazimnya justru datang dari orang tua. Kurangnya kesabaran, konsistensi, dan kasih sayang dalam mendidik anak adalah beberapa hal yang sering luput dicermati orang tua dalam mendidik anak dan membuyarkan penerapan disiplin pada anak. Orang tua merupakan cermin yang paling jelas bagi kehidupan seorang anak, sehingga tidak salah bila bila ada kata yang mengatakan sikap orang tua akan menjadi sikap anak juga, atau ungkapan peribahasa yang berbunyi buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, hal ini  menggambarkan bahwa anak terlahir dalam kondisi fitrah (Islam) orang tuanyalah, yang dalam hal ini adalah milieu (lingkungan) pertama, yang akan membentuknya beragama atau berakhlak mulia atau berakhlak tercela.
Tentunya setiap orang tua anak selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya dikemudian hari, yang mana anak adalah harapan orang tua yang perlu dipupuk sikapnya sejak dini agar di hari kedepannya anak menjadi anugrah yang seperti orang tua harapkan.


























IV.             KESIMPULAN
Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. Kepedulian dan keterlibatan terbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah daerah, sekolah, masyarakat, sampai keluarga, masih jauh dari yang diharapkan. Sikap tanggung jawab harus di miliki setiap orang agar orang-orang yang ada di sekitar kita akan mempunyai sikap percaya kepada kita, begitu juga dengan sebaliknya.
Disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Disiplin sangat dibutuhkan dalam kebutuhan bersama, yang mana dalam kehidupan ini antara satu orang dan yang lainnya saling bekerja sama dalam mempersatukan kemakmuran bersama.




















[1] Dr.Sujarkawi,M.Pd. Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Hlm. 94 -95.
[2] Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hlm. 124.
[3] Dra. Nurul Zuriah,M.Si, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), Hlm 119-120.
[4] . Imam Musbikin, Mendidik Anak Nakal, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007), Hlm. 55-56.
[5] Dr.Sujarkawi,M.Pd. Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Hlm. 97-98.
[6] Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hlm. 109-110.
[7] Akh. Muwafik Saleh, Membangun Karakter Ddegan Hati Nurani, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), Hlm. 204-205.
[8] Dra. Nurul Zuriah,M.Si, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), Hlm. 98-100.
[9] Imam Musbikin, Mendidik Anak Nakal, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007), Hlm. 78-79.

[10] Akh. Muwafik Saleh, Membangun Karakter Degan Hati Nurani, (Jakarta, Penerbit Erlangga), Hlm. 87-89.

0 komentar:

Posting Komentar

Site search

    Blogger news