MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB DAN DISIPLIN PADA ANAK
I.
JUDUL
Meningkatkan Tanggung Jawab dan
Disiplin pada Anak
II.
LATAR
BELAKANG
Seiring dengan
semakin meluasnya arus globalisasi ke penjuru daerah-daerah yang ada di
Indonesia membuat pola pikir dan perilaku masyarakan semakin berubah. Begitu
juga dampak seperti ini terjadi pada anak-anak yang sedang mengalami proses pertumbuhan
dan proses belajar di dalam sekolah. Tidak jarang para anak sekarang begitu
mudah memahami berbagai media-media yang mulai canggih akibat adanya arus
globalisasi. Hal ini terkadang membuat para guru dan orang tua anak merasa
takut akan adanya arus globalisasi yang sedang dialami anak. Di khawatirkan
anak-anak ini nantinya terlalu terjerumus ke dalam arus yang belum sanggup
meraka mempertanggung jawabkannya. Seperti halnya anak di takutkan terjerumus
kedaam peraulan bebas yang dari pergaulan ini seorang anak bias lupa akan
tanggung jawab mereka yang sebenarnya, yaitu menempuh pendidikan sekolah.
Banyak juga yang nantinya mereka melupakan akan disipin terutama kepada orang
tua akibat terjerumusnya anak ke dalam pergaulan bebas.
Dari sikap-sikap
negatif anak yang nantinya akan merugikan diri mereka sendiri dan membuat orang
tua gelisah perlu ada nya sebuah tindakan untuk menanamkan sikap pada anak
tentang sebuah tanggung jawab dan disiplian agar nantinya para anak tidak
terlalu mudah terjerumus kedalam perilaku-perilaku yang menyimpang norma.
Sikap-sikap ini lebih baik ditanamkan kepada anak mulai sejak dini agar anak
nantinya pada masa proses pertumbuhan bias menjaga diri dari perilaku yang
menyimpang.
III.
PEMBAHASAN
Menanamkan
Sikap Tanggung Jawab kepada Anak
Tanggung jawab menurut kamus
bahasa indonesia adalah, keadaan wajib menaggung segala sesuatunya. Sehingga
bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah
kesadaran manusia atas tingkah laku dan perbuatannya yang disengaja, tanggung
jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajian.
Tanggung jawab itu bersifat
kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia bahwa setiap manusia di
bebani dengan tanggung jawab. Apabila di kaji tanggung jawab itu adalah
kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat.
Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab, manusia merasa beranggung
jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatan itu dan menyadari
pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan. Manusia
bertanggung jawab terhadap tindakan mereka. Manusia menanggung akibat
perbuaannya dan mengukurnya pada berbagai norma, di antaranya adalah nurani
sendiri, setandar nilai setiap pribadi.[1]
Kehidupan bersama antar manusia
membentuk norma selanjutnya, yakni aturan-aturan, hukum-hukum yang dibutuhkan
suatu masyarakat tertentu. Kewajiban di sini tidak hanya ditujukan kepada orang
dewasa tapi juga pada anak-anak. Sejatinya setiap manusia sudah mempunyai
kewajiban baik itu kewajiban terhadap tuhan, para orang tua dan
kewajiban-kewajiban yang lainnya yang berhubungan dengan proses kehidupan
seseorang. Adanya sebuah kewajiban ini adalah mempunyai tujuan agar orang yang
terkena kewajiban mampu untuk melaksanakan apa yang telah terbeban kepadanya
yang musti harus dilakukan. Dengan melakukan kewajiban ini seseorang bisa
menambah kemampuan serta pengalamannya dalam hidup. Apabila suatu kewajiban
tidak dilaksanakan atau dilanggar orang yang bersangkuta kemungkinan akan
memperoleh sebuah resiko atau hukuman. Apalagi jika kewajiban ini bersangkutan
dengan orang lain, misalnya seseorang telah merugkan orang lain maka orang itu
wajib mengganti kerugian yang ditimbulkan.
Pada tanggung jawab perlu
disejajarkan dengan kebebasan karena keduanya ini tidak dapat dipisahkan. Orang
yang bertanggung jawab terhadap tindakannya dan mempertanggung jawabkan
perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa teknan
dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki suatu bentuk
kehidupan bersama yang memungkinkan
manusia untuk membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka. Karena itu bagi
suatu masyarakat liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus
mengambilalih tanggung jawab. Ini merupakan kebalikan konsep social yang
mendelegasiakan tanggung jawab dalam ukuran seperlunya kepasa masyarakat.[2]
Pada hakikatnya hanya
masing-masing individu yang dapat bertanggung jawab. Hanya mereka yang memikul
akibat dari perbuatan mereka.
Mengajarkan Tanggung Jawab
Ada baiknya lagi sebelum
mengajarkan tanggung jawab dalam dunia pendidikan lebih baik kita ajarkan
kepada anak tentang nilai-nilai moral yang mampu menjadikan nilai positif untuk
kehidupan anak kedepannya. Setidaknya duanilai yang bias disebut dengan the great mora values (nilai-nilai moral
yang agung), yakni tentang tanggung jawab yang harus diajarkan dan dipraktikkan
sejak dibangku sekolah hingga di tengah-tengah masyarakat.
Pertama, tanggung
jawa mempunyai tiga bentuk: taggung jawab terhadap dirinya sendiri, tanggung jawab
terhadap orang lain, dan tanggung jawab terhadap semua bentuk kehidupan dan
lingkunga yang menjaga kelangsungan kehidupan manusia. Tanggung jawab terhadap
diri sendiri mengharuskan seseorng untuk memelihara perilaku atau tindakan yang
bias menjadikan kerusakan terhadap diri sendiri. Dalam bahasa agama, di dalam
Al-Qur’an mempunyai istilah hifz al-nafs (memelihara
jiwa atau diri).
Kedua, tanggung
jawab terhadap orang lain sebagai manusia yang mempunyai harga diri dan hak
asasi yang sama dengan kita. Semua orang sebenarnya mempunyai tanggung jawab
terhadap orang lain yang musti saling menghormati antara satu dengan yang
lainnya, yang mana bila semua orang bisa menanam tanggaung jawab ini terhadap
diri masing-masing orang akan membuat sebuah penduduk suatu bangsa menjadi
saling dihargai dan membuat bangsa menjadi makmur. Hal ini mungkin dapat
diterapkan kepada anak-anak agar pada proses belajar para siswa tidak melakukan
tindakan-tindakan anarki atau yang tidak disukai masyarakat, seperti merokok,
memakai narkoba dan bahkan hingga tawuran antar sekolah.
Ketiga, tanggung
jawab terhadap kehidupan mengajarkan kepada semua orang untuk menyayangi semua
hal yang ada di alam ini. Yang dimaksud mencintai kehidupan / alam adalah
seperti mencintai binatang, menjaga lingkungan, menghargai milik orang lain,
dan lainnya. Tanggung jawab seperti ini bias orang tua terapkan sendiri di
rumah mulai dari anak sejak kecil dengan mengajarkan kebersihan di rumah,
menyayangi binatang yang ada di rumah (kucing, anjing atau hewan peliharan yang
lainnya), bias juga di ajarkan kepada anak untuk mencintai dan merawat
tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitar rumah. Kebiasaan yang diajarkan orang tua
kepada anak ini bila dilakukan secara terus-menerus akan terbawa dan menjadi karakter seorang anak untuk
selalu menjaga kebersihan dan mencintai alam sekitar.[3]
Tanggung jawab (responbility) adalah sebuah hal yang
diwujudkan berupa memberi perhatian kepada orng lain, sampai menjawab kebutuhan
mereka. Jika kita menganggap sebuah harga diri itu sebagai hal yang berharga,
berarti kita perlu mempnyai rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan merusak
harga diri kita. Ketika kita tidak boleh nenghina atau menyakiti orang lain,
berarti kita sedang menunjukkan sikap yang baik terhadap seseorang. Hal ini
berhubungan dengan tanggung jawab terhadap orang lain yang seperti di jelaskan
di atas, yang mengajarkan tentang menghargai sesama manusia karena sejatinya
manusia yang hidup di dunia ini memiliki derajat yang sama dan tidak
diperbolehkan kepada kita untuk mengejek satu sama lain.
Ada beberapa hal lain yang bisa
di berikan pada anak untuk mengajarkan rasa tanggung jawab sejak dini.
1. Berilah tugas kepada anak anda apa yang mereka mampu.
Dan tanyakanlah kepada mereka hasil apa yang ingin mereka raih dalam tugas itu.
Hal ini akan mendorong mereka mencapai apa yang memang mereka inginkan sendiri
tanpa paksaan.
2. Berilah anak kebebasan dalam melakukan tugas itu. Hal
ini akan memberikan kepada anak kesempatan mempelajari dunia nyata. Jika anak
anda belajar tentang kehidupan sekarang ketika masih berumur 6 tahun, maka hal
itu merupakan langkah tepat dari pada mengajari mereka tatkala sudah berusia 16
tahun.
3. Didiklah mereka dengan empati dan konsekuen.
Pergunakanlah empati terlebih dahulu sebelum mengajari mereka
konsekuensi-konsekuensi. Mereka tidak akan bisa mempelajari bagaimana kesalahan
mereka buruk bagi mereka jika orang tua marah. Menunjukkan rasa empati
atau rasa duka cita akan membantu anak berpikir lebih tentang pilihan hidup
mereka dan keputusan-keputusan.
4. Berilah tugas yang sama kepada anak anda lagi. Hal ini
akan membantunya melihat bagaimana orang belajar dari kesalahan mereka.
5. Dalam melakukan hal tersebut semua, pastikan anda
tetap dalam kondisi mengayomi mereka dan jangan sekali-kali menggunakan
kekerasan dalam berinteraksi dengan mereka.
MENDONGKRAK DISIPLIN ANAK
Disiplin berasal dari bahasa latin
discere yang berarti belajar. Dari
kata ini timbul kata disciplina yang
berarti pengajaran atau pelatihan. Melatih dan mendidik anak dalam keteraturan
hidup sejahteranya akan memunculkan watak disiplin. Melatih anak untuk menaati
peraturan akan sama halnya dengan melatih mereka untuk besikap disiplin. Dan
sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian.
Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk
pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan
untuk mengembangkan potensi diri agar dapat berperilaku tertib.[4]
Sedangkan disiplin pada anak
adalah pendidik karakter yang bertujuan untuk membuat anak mempunyai sifat
patuh terhadap segala sesuatu yang sudah diatur ataupun sudah ditentukan.
Kedisipinan pada anak mempunyai sikap penuh kerelaan dalam mematuhi semua
aturan dan norma yang ada dalam menjalankan tugasnya sebagai bentuk dari
tanggung jawabnya terhadap apa yang telah ditentukan.
Disiplin Sangatlah bias membentuk
kejiwaan pada anak untuk memahamai peraturan sehingga ia mengerti kapan saat
yang tepat untuk melaksanakan peraturan, dan kapan pula harus mengesampingkan.
Seangkan sebuah peraturan itu selalu ada dalam kehidupan sehari-hari hidup
anak. Kondisi kejiwaan anak memang masih perlu diatur, sehingga seorang anak
akan merasa tentram bila hidup teratur. Sebagai cotoh sdalah peraturan tentang
waktu bermsin, waktu belajar dan waktu di mana seorang anak harus masuk
sekolah.
Menanamkan sikap disiplin pada
anak akan lebih efektif dan berhasil secara maksimal jika disiplin itu
disosialisasikan kepada sang anak, dilaksanakan terlebiah dahulu oleh orang
tuanya serta lingkungannya. Anak juga akan mdah menerapkan peraturan tersebut
bila ada penghargaan atau hukuman yang jelas. Ironisnya , halangan yang paling
sering ditemukan dalam meningkatkan disiplin anak adalah pada lemahnya
penerapan peraturan. Sayangnya, hambatan itu pada umumnya justru datang pada
orang tua. Kurangnya
kesadaran,konsistensi, dan kasih sayang dalam mendidik anak adalah
beberapa hal yang sering luput dicermati orang tua dalam mendidik anak dan
membuyarkan penerapan disiplin pada anak.
Disiplin mempunyai banyak macam, yaitu:
1)
Disiplin dalam mengatur waktu, maksudnya bisa
menggunakan atau mengatur waktu dengan baik. Waktu yang kita dapatkan di dalam
kehidupa kita ini sangat berharga dan salah satu penunjang keberhasilan
seseorang dalam sebuah kehidupannya adalah mampu menggunakan waktu dengan baik.
2)
Disiplin dalam beribadah, kedisiplinan ini amat
dibutuhkan karena setiap manusia terlahir karena kehendak dari Allah. Dan Allah
senantiasa menganjurkan kepada para manusia untuk disiplin. Sebagai contoh
firman Allah yang ada di dalam Al-Qur’an.
3)
Disiplin dalam masyarakat.
4)
Disiplin dalam berbangsa dan bernegara.
Pada anak perlu ditanamkan sikap
kedisipinan karena merupakan hal yang sangat menentukan kepribadian anak dalam
proses pertumbuhannya menuju kedewasaan. Bilamana
anak dalam proses pertumbuhan tidak ditanamkan sikap disiplin sejak dini dimungkinkan ketika anak itu dewasa akan sulit untuk diatur, sehingga anak akan berbuat semaunya tanpa berfikir atau mengabaikan aturan-aturan yan ada. Maka dari itu sikap disiplin perlu ditanamkan kepada anak sejak dini agar nantinya ketika anak telah dewasa mereka mampu mengendaliakan diri dari pergaulan-pergaulan bebas yang akan mereka temuakan ketika dewasa.[5]
anak dalam proses pertumbuhan tidak ditanamkan sikap disiplin sejak dini dimungkinkan ketika anak itu dewasa akan sulit untuk diatur, sehingga anak akan berbuat semaunya tanpa berfikir atau mengabaikan aturan-aturan yan ada. Maka dari itu sikap disiplin perlu ditanamkan kepada anak sejak dini agar nantinya ketika anak telah dewasa mereka mampu mengendaliakan diri dari pergaulan-pergaulan bebas yang akan mereka temuakan ketika dewasa.[5]
Di dalam perjalanan anak menuju
kedewasaan, jika anak tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik, maka anak
mungkin akan malas dan kurang mempunyai motivasi untuk melakukan kegiatan yang
harus anak lakukan, misalnya anak malas untuk sekolah atau belajar. Dampak dari
tidak mampunya anak dalam disiplian akan memengaruhi nilai prestasi mereka
serta tingkat belajar pua akan berkurang.
Sikap disiplin pada anak biasanya
dapat diketahui melalui datang tepat waktu ke sekolah tanpa perlu di ingatkan
oleh orang tua dan guru, taat terhadap peraturan orang tua, taat terhadap
aturan sekolah, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan
sejenisnya. Sebaliknya jika anak kurang disiplin biasanya ditunjukan kepada
anak yang kurang atau tidak dapat menaati peraturan dan ketentuan yang berlaku,
baik yang bersumber dari keluarga (orang tua), guru atau peraturan yang dibuat
oleh sekolah.
Membahas tentang kedisiplinan
terhadap anak tentulah selalu terlintas tentang sekolah atau dunia pendidikan
yang mana didalamnya anak terlibat sebagai siswa, yang mana dunia pendidikan
akhir-akhir ini semakin memprihatinkan karena ditemukan siswa-siswa yag tidak
disiplin dan mempunyai perilaku negatif yang telah tertanam pada diri mereka
akibat dari salah peraulan. Berbagai tindakan negative dilakukan para pelajar
di sekolah dari menyontek, bolos, memeras, sampai pelanggaran di luar sekolah
seperti membuat geng, berkelahi (tawuran), penyalahgunaan narkoa, sex bebas,
mencuri sampai pada pelanggaran-pelanggaran yang lebih membahayakan atau
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Perilaku anak pelajar ini
terbentuk dan terpengaruh oleh berbagai faktor lingkungan, keluarga dan
sekolah. Tidak dipungkiri jika sekolah merupakan salah satu faktor dominan
dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Disekolah seorang siswa
berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan,
perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik
oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam dalam ke dalam hati sanubarinya dan
dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh orang tuanya di rumah. Sikap dan
perilaku yag ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari
upaya pendisiplinan siswa di sekolah. Semua bentuk ketidak disiplinan siswa di
sekolah tentunya memerlukan upaya penanggulangan dan pencegahan.
Beberapa usaha yang dapat sekolah lakukan untuk mencegah
perilaku siswa menjadi negatif, di
antaranya adalah:
1.
Seorang pengajar atau guru hendaknya bias menjadi
contoh dlam disiplin, misalnya guru datang ke kelas tepat waktu. Siswa tidak
akan memilih disiplin manakala melihat gurunya sendiri juga tidak disiplin.
Guru harus menghindari kebiasaan masuk kelas menggunakan jam karet, molor, dan
selalu terlambat.
2.
Memberlakukan peraturan tata tertib yang jelas dan
tegas, sehingga mudah utuk diikuti dan mampu menciptakan suasana kondusif untuk
belajar.
3.
Secara konsisten para guru terus mensosialisasikan
kepada siswanya tentang pentingnya disiplin dalam belajar untuk dapat mencapai
hasil optimal melalui pembinaan dan yang lebih penting lagi melalui
keteladanan.[6]
Seorang ahli psikologi anak,
Gootman, menegaskan bahwa jika kedisiplinan pada anak tu diterapkan dengan
emosi, amarah, dan kekerasan, maka yang akan muncul bukanlah disiplin yang
baik, namun disiplin yang terpaksa. Di depan orang tua, sangat mungkin anak
tampak mematuhi peraturan, namun dibelakangnya, anak malah membangkang. Ini
jelas sikap yang kontra produktif, bahkan malah mendekati pada kemunafikan.
Melaksanakan disiplin penuh denan kasih saying akan membuat perasaan anak
menjadi lega dan di sisi lain, orang tua tidak merasa tertekan. Kedisipinan ini
sudah dapat diajarkan kepada anak saat ia mampu untuk berkomunikasi.
Makna Keluarga Bagi Anak
Keluarga dapat
ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam
dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh
hubungan darah antara satu dengan lainnya.
Berdasarkan dimensi hubungan darah ini,
keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan
dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang
diikat oleh adanya saling berhubungan antara interaksi dan saling mempengaruhi
antara satu dengan yang lainnya, walaupun di antara mereka tidak terdapat
hubungan darah. Keluarga berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan
keluarga psikologis dan keluarga pedagogis.
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal dan
masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling
mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan
dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuan hidup yang
dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan
dengan pernikahan, yang dimaksud untuk saling menyempurnakan diri. Dalam usaha
saling melengkapi dan saling menyempurnakan diri itu terkadang perealisasian
peran dan fungsi sebagai orang tua.
Dalam berbagai dimensi dan pengertian keluarga
tersebut, esensi keluarga (ibu dan ayah) adalah kesatuan dan ke satu tujuan
adalah keutuhan dalam mengupayakan anak untuk memiliki dan mengembangkan sikap
disiplin.
Keutuhan orang tua (ayah dan ibu) dalam sebuah
keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan
sikap disiplin. Keluarga yang “utuh” memberikan peluang besar bagi anak untuk
membangun kepercayaan terhadap kedua orang tuanya yang merupakan unsur esensial
dalam membantu anak memiliki dan mengembangkan sikap disiplin. Kepercayaan dari
orang tua yang dirasakan oleh anak akan mengakibatkan arahan, bimbingan, dan
bantuan orang tua yang diberikan kepada anak dan “menyatu” dan memudahkan anak
untuk menangkap makna dari upaya yang dilakukan.[7]
Beberapa langkah yang dapat orang tua lakukan dalam mendidik
disiplin pada anak:
1. Ciptakan
Dukungan dan Buat Kesepakatan
Bagi umat islam
khususnya, hendaklah dibulan Ramadhan misalnya orang tua membuat peraturan yang
bisa disepakati antara orang tua dan anak. Peraturanya antara lain mengenai
waktu makan dan minum, jadwal shalat tarawih, dan jadwal kegiatan lain di bulan
Ramadhan. Anak perlu diingatkan dengan bahasa yang tidak menekan, sebab ibadah
bagi mereka merupakan proses latihan menuju kesempurnaan, sehingga jangan
sampai menggunakan standar yang sama dengan peraturan yang diterapkan pada
orang tua. Hendaklah orang tua berusaha untuk tidak mempergunakan kata yang
lugas, misalnya “tidak boleh ngemil lagi sejak sahur hingga magrib”. Akan lebih
bagus jika dikatakan “saat berpuasa waktu makanya beralih menjadi malam hari”.
Anak juga perlu diingatkan jam berapa harus tidur malam agar bisa bangun di
waktu sahur. Ingatkan pula bahwa anak perlu mengatur aktivitas agar dapat
menjalankan shalat tarawih di malam hari. Dalam taraf pembelajaran disiplin
ini, dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi dari para orang tua.
Menggunakan
kelebihan dan kelipatan pahala keutamaan beramal di bulan suci Ramadhan, juga
balasan yang akan diberikan Allah pada orang yang berpuasa, serta membacakan
kisah perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya di bulan Ramadhan merupakan
motivator yang sangat penting sehingga mendorong anak untuk menjalankan
peraturan dengan tanpa paksaan.
2. Menerapkan
Disiplin Secara Jujur
Kejujuran juga
merupakan salah satu aspek yang amat penting dalam membentuk kedisiplinan anak.
Disiplin yang dijalankan dengan tanpa adanya paksaan merupakan disiplin yang
penuh kejujuran. Untuk mewujukan agar kejujuran menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari anak, ini memerlukan proses yang cukup panjang. Yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana orang tua berusaha menciptakan lingkungan yang
menunjang atas terwujudnya kejujuran itu, serta menutup kesempatan untuk
berbohong. Anak pun perlu diingatkan bahwa membohongi orang lain akan sama saja
dengan membohongi diri senddiri, sebab pada hakikatnya Tuhan Maha Tahu mengenai
perbuatan hamba-Nya sehingga dosa sebuah kebohongan pada hakikatnya akan
menimpa dan merugikan diri si pembohong. Belum lagi siksaan yang timbul dari
nurani si pembohong sendiri. Kendati mulut mengatakan “hitam”, namun nurani
akan selalu berteriak dan menjerit mengatakan “putih”. Ini sudah merupakan
siksaan tersendiri. Ingat pula terhadap apa yang dikatakan Sheikh Sahal
at-Tustari ketika masih kecil, ia selalu diajari oleh pamannya Muhammad bin
Siwar untuk selalu mengucapkan kalimat pada setiap akan berangkat tidur.
3. Menyesuaikan
Harapan degan Perkembangan Anak
Ketika orang tua
menyimpan harapan yang terlalu tinggi, namun anak nampak proses penerapan yang
tidak sesuai dengan disiplin itu, ini akan membuat anak sekaligus orang tua
frustasi. Orang tua frustasi karena apa yang diharapkan tidak sesuai dengan
kenyataan, terlalu jauh dari harapan. Sang anak juga akan putus asa karena
selama ini ia biasa menjalaninya, ia merasa kesulitan untuk mengubah
perilakunya secara tiba-tiba. Hal ini dapat di contohkan seperti perilaku anak
yang semasa kecil selalu diminta oleh orang tua untuk tidak tidur terlalu malam
kurang lebih jam 8 malam. Seiring bertambahnya usia anak berarti suatu
peraturan itu perlu dirubah, yang tadinya anak tidur tidak di izinkan untuk
tidur lebih dari jam 8 malam namun ketika seorang anak menginjak usia remaja
orang tua memberi peraturan kepada anak untuk tidak tidur di atas jam 11 malam.
Mengingat kegiatan anak semakin remaja berarti semakin bertambah kegiatan dan
kesibukan tugas-tugas sekolah.
Proses
perkembangan anak yang seperti inilah yang perlu orang tua selalu pantau untuk
menerapkan sebuah kedisiplinan sesuai dengan perkembangan atau usia anak. Yang
mana nantinya sebuah peraturan akan selalu berubah dan kedisipinan anak pun
ikut berubah, orang tua juga musti pandai-pandai mendidik anak mereka ketia
usai anak menginjak dewasa, karena semakin dewasa anak maka semakin pula anak
mustis mempunyai kedisipinan yang lebih dari kedisipinan sewaktu kecil. Sikap
disipin ini bias menjaga para anak agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan
yang salah.
4. Jangan
Pelit
Yang dimaksud
tidak pelit di sini adalah peranan orang tua kepada anak untuk memberikan
setimulus atau tarikan kepada anak agar anak mau menjadi anak yang disiplin,
yang tidak melanggar aturan-aturan yang telah di sepakati oleh anak dan orang
tua. Seperti imbalan kepada anak setelah melakukan disipin atas peraturan yang
telah disepakati bersama. Pada pemberian atas kedisiplinan anak sebaiknya tidak
berupa barang yang mewah, karena dikhawatirkan anak akan tertib hanya jika
mendapatkan sesuatu yang mahal dan tidak melaksanakan kedisiplinan ketika orang
tua memberikan imbalan atas kedisiplinanya berupa sesuatu yang kurang berharga
bagi anak. Orang tua bias memberikan sebuah makanan yang sangat difavoritkan
anak, membelikan sebuah mainan yang tidak terlalu mahal atau mengajak anak
berlibur kesuatu tempat ketika sedang libur sekolah.[8]
5. Memberikan
Sedikit Pujian kepada Anak
Ketika seorang
anak telah mematuhi aturan dengan baik ada baiknya orang tua memberikan pujian
terhadap anak. Dengan adanya pujian ini dapat menandakan bahwa anak telah
berhasil mematuhi peraturan yang ada, yang mana dengan sebuah pujian ini orang
tua berharap kedepannya anak akan semakin bersemangat dalam mematuhi peraturan
yang akan dibuat kedepannya atau peraturan-peraturan baru yang sesuai dengan
usia anak. Dalam sebuah pujian tentunya orang tua harus mmberi penjelasan bahwa
sebuah pujian bukan bearti membuat anak merasa telah hebat, namun pujian ini
adalah awal dari sebuah tanggung jawab kedepan nantinya.[9]
Manfaat
Mengajarkan Disiplin pada Anak
Setelah
mengajarkan disiplin kepada anak, anak nantinya akan mendapatkan sebuah
kebiyasaan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan aturannya. Bila
tidak diajarkan kedisiplinan, anak yang tumbuh dewasa akan merepotkan orang
tua. Salah satu dari akhlak yang baik adalah disiplin. Dan dari situlah manfaat kedisipinan akan di
dapatkan, diantaranya:
1. Menumbuhkan
kepekaan.
Anak tumbuh menjadi pribadi yang peka/berperasaan halus dan
percaya pada orang lain. Sikap-sikap seperti ini akan memudahkan dirinya
mengungkapkan perasaannya kepada orang lain, termasuk orang tuanya. Alhasil,
anak akan mudah menyelami perasaan orang lain juga.
2.
Menumbuhkan kepedulian.
Anak jadi peduli pada kebutuhan dan kepentingan orang lain.
Disiplin membuat anak memiliki integritas, selain dapat memikul tanggung jawab,
mampu memecahkan masalah dengan baik dan mudah mempelajari sesuatu.
3.
Mengajarkan keteraturan.
Anak jadi memiliki pola hidup yang teratur dan mampu mengelola waktunya dengan baik. Pola keteraturan
ini akan dibawa anak sampai dewasa nantinya. Jadi orang tua musti benar-benar
mengajarkan keteraturan pada kehidupan sehari-hari anak.
4. Menumbuhkan ketenangan.
Penelitian menunjukkan, bayi yang tenang/jarang menangis
ternyata lebih mampu memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik. Di tahap
selanjutnya, ia bisa cepat berinteraksi dengan orang lain. Adabaiknya juga
jagan terlalu membawa anak ke tempat yang mengganggu ketenangan anak.
5.
Menumbuhkan sikap percaya diri.
Sikap ini tumbuh saat anak diberi kepercayaan untuk
melakukan sesuatu yang mampu ia kerjakan sendiri. Bila anak belum mampu
mempunyai sikap percaya diri orang tua lebih baiknya memberikan beberapa
pengertian tentang sikap percaya diri dan memberikan contoh-contoh yang
berhubungan dengan sikap percaya diri.
6. Menumbuhkan
kemandiran
Dengan kemandirian anak dapat diandalkan untuk bisa memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri. Anak juga dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan
baik. Disiplin merupakan bimbingan pada anak agar
sanggup menentukan pilihan bijak.
7.
Menumbuhkan keakraban.
Anak jadi cepat akrab dan ramah terhadap orang lain, karena
kemampuannya beradaptasi lebih terasah.
8.
Membantu perkembangan otak.
Pada usia 3 tahun pertama, pertumbuhan otak anak sangat
pesat. Di usia ini, ia menjadi peniru perilaku yang sangat piawai. Jika ia
mampu menyerap disiplin yang dicontohkan orang tuanya, maka disiplin sejak dini
akan membentuk kebiasaan dan sikap yang positif.
9. Membantu anak yang “sulit”, misal anak yang
hiperaktif, perkembangan terlambat, atau temper tantrum.
Jadi
dengan menerapkan disiplin, maka anak dengan kebutuhan khusus tsb akan mampu
hidup lebih baik.
10.
Menumbuhkan kepatuhan.
Hasil nyata dari penerapan disiplin adalah kepatuhan. Anak
akan menuruti aturan yang diterapkan orang tua atas dasar kemauan sendiri.[10]
Melatih dan
mendidik anak dalam keteraturan hidup keseharianya akan memunculkan watak
disiplin yang baik. Melatih anak untuk menaati peraturan akan sama halnya
dengan melatih mereka untuk bersikap disiplin. Misalnya, bila seseorang anak
terbiasa dengan peraturan jam belajar, misalnya kapan pula harus melaksanakan
belajar ? Hari apa harus membersihkan lingkungan sekitar rumah? Kapan harus
latihan mencuci pakaian? Jam berapa harus pergi ke sekolah atau mengaji? Dan
kapan harus bermain untuk relaksasi atau terbiasa dan terlatih pada diri anak
untuk menaati peraturan yang ada. Seperti inilah niali positip yang dinamakan
disiplin. Sehingga tidak ada lagi waktu yang tersia-sia dengan tanpa manfaat,
baik untuk menggapai kebahagiaan di dunia ataupun diakhirat.
Akan lebih
efektif dan berhasil secara maksimal jika disiplin itu disosialisasikan kepada
sang anak, dilaksanakan terlebih dahulu orang tuanya serta lingkunganya. Anak
juga akan mudah menerapkan peraturan tersebut bila ada penghargaan atau hukuman
yang jelas. Ironisnya, halangan yang paling sering ditemukan dalam meningkatkan
disiplin anak adalah pada lemahnya penerapan peraturan. Sayangnya, hambatan itu
pada lazimnya justru datang dari orang tua. Kurangnya kesabaran, konsistensi,
dan kasih sayang dalam mendidik anak adalah beberapa hal yang sering luput
dicermati orang tua dalam mendidik anak dan membuyarkan penerapan disiplin pada
anak. Orang tua merupakan cermin yang paling jelas bagi kehidupan seorang anak,
sehingga tidak salah bila bila ada kata yang mengatakan sikap orang tua akan
menjadi sikap anak juga, atau ungkapan peribahasa yang berbunyi buah jatuh
tidak jauh dari pohonnya, hal ini menggambarkan bahwa anak terlahir dalam
kondisi fitrah (Islam) orang tuanyalah, yang dalam hal ini adalah milieu
(lingkungan) pertama, yang akan membentuknya beragama atau berakhlak mulia atau
berakhlak tercela.
Tentunya setiap orang tua anak selalu menginginkan yang
terbaik untuk anaknya dikemudian hari, yang mana anak adalah harapan orang tua
yang perlu dipupuk sikapnya sejak dini agar di hari kedepannya anak menjadi
anugrah yang seperti orang tua harapkan.
IV.
KESIMPULAN
Tanggung jawab merupakan sikap
dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. Kepedulian
dan keterlibatan terbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah daerah, sekolah,
masyarakat, sampai keluarga, masih jauh dari yang diharapkan. Sikap tanggung
jawab harus di miliki setiap orang agar orang-orang yang ada di sekitar kita
akan mempunyai sikap percaya kepada kita, begitu juga dengan sebaliknya.
Disiplin
merupakan tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Disiplin
sangat dibutuhkan dalam kebutuhan bersama, yang mana dalam kehidupan ini antara
satu orang dan yang lainnya saling bekerja sama dalam mempersatukan kemakmuran
bersama.
[1] Dr.Sujarkawi,M.Pd. Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Hlm. 94 -95.
[2]
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai
Karakter, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hlm. 124.
[3] Dra.
Nurul Zuriah,M.Si, Pendidikan Moral dan
Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011),
Hlm 119-120.
[4] . Imam
Musbikin, Mendidik Anak Nakal, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2007), Hlm. 55-56.
[5]
Dr.Sujarkawi,M.Pd. Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2009), Hlm. 97-98.
[6]
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai
Karakter, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hlm. 109-110.
[7]
Akh. Muwafik Saleh, Membangun Karakter
Ddegan Hati Nurani, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), Hlm. 204-205.
[8]
Dra. Nurul Zuriah,M.Si, Pendidikan Moral
dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011),
Hlm. 98-100.
[9]
Imam Musbikin, Mendidik Anak Nakal, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2007), Hlm. 78-79.
[10]
Akh. Muwafik Saleh, Membangun Karakter Degan
Hati Nurani, (Jakarta, Penerbit Erlangga), Hlm. 87-89.
0 komentar:
Posting Komentar